Rabu, 14 Desember 2011

HUBUNGAN PERSONAL


2.1  Teori Interdependensi
Teori pertukaran social (interdependency theory) adalah salah satu pandangan tentang pertukaran social terpenting dalam psikologi social. Salah satu cara untuk mengonseptualisasikan interaksi ini adalah dalam term “hasil” (outcome) yang diberikan dan diterima partner. Saat masih anak-anak, kita belajar aturan umum resiprositas : kita diharuskan membalas jasa kepada orang yang berjasa kepada kita.
Manfaat dan Biaya
Manfaat atau perolehan/imbalan (reward) adalah segala sesuatu yang positif yang kita peroleh dari interaksi, seperti perasaan dicintai atau mendapat bantuan financial.
Foa dan Foa yang mengidentifikasi enam tipe perolehan utama :cinta, uang, status, informasi, barang dan jasa. Ini dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi.Dimensi partikularisme berkaitan dengan sejauh mana nilai perolehan bergantung pada orang yang memberikannya.Dimensi kedua, kekonkretan adalah perbedaan antara imbalan yang nyata yang dapat kita lihat, cium dan sentuh , dan nonkonkret atau simbolis, seperti nasihat atau persetujuan social.
Biaya atau kerugian adalah kensekuensi negative dari interaksi atau hubungan.Sebuah interaksi mungkin merugikan karena membuang banyak waktu dan energi, karena menimbulkan banyak konflik, atau karena orang tidak menyetujui hubungan itu dan mengkritik kita karena kita terlibat dalam hubungan itu.


Mengevaluasi Hasil
Teori interdependensi mengasumsikan bahwa orang selalu meneliti manfaat dan biaya dari interaksi atau hubungan tertentu.Orang menggunakan beberapa standar untuk mengevaluasi hasil hubungan.Ada dua standar perbandingan yang amat penting.Standar pertama adalah comparison level (level perbandingan).Ini merefleksikan kualitas hasil yang menurut seseorang pantas untuk diterima.Standar kedua adalah comparison level for alternatives. Yakni, menilai bagaimana satu hubungan dibandingkan dengan hubungan lain yang saat ini kita jalani.
Mengoordinasikan Hasil
Seberapa sulit atau mudahkah dua orang mengoordinasikan hasil akan tergantung pada seberapa banyak kesamaan minat dan tujuan mereka. Ketika partner menyukai banyak hal yang serupa dan menyukai aktivitas yang sama, mereka akan relative mudah mengatasi problem koordinasi. Mereka dikatakan memiliki “hasil yang berkorespondensi” karena hasilnya berhubungan satu sama lain. Ketika partner memiliki preferensi dan nilai yang berbeda, mereka akan mendapakan “hasil yang tidak berkorespondensi” dan, akibatnya, cenderung terjadi konflik kepentingan dan timbul problem koordinasi. Salah satu solusi yang lazim adalah memilih alternative yang bisa diterima kedua belah pihak.
Peran memberikan solusi untuk beberapa problem koordinasi yang mungkin dihadapi orang.Didalam banyak hubungan, aturan cultural menetapkan pola kooordniasi tertentu. Ditempat kerja, misalnya, biasanya ada aturan yang jelas tentang siapa atasan dan siapa bawahan.ketika individu bertindak berdasarkan aturan cultural yang sudah ada, mereka melakukan proses pengambilan peran. Kita dapa mengontraskan proses pengambilan peran ini, dimana orang mengadopsi atau menyesuaikan diri dengan peran cultural, dengan proses penciptaan peran, dimana orang menciptakan norma sendiri untuk berinteraksi secara social. Ketika pedoman social tampak kabur dalam proses perubahan, individu memiliki lebih banyak kebebasan untuk bertindak, namun dia juga mungkin harus lebih banyak berusaha keras untuk mengoordinasikan interaksinya agar sukses.
Pertukaran yang adil
Terdapat tiga prinsip dalam pertukaran yang adil, yakni :
a.       Prinsip ekualitas atau kaidah kesamaan, yakni setiap orang mendapatkan proporsi yang sama.
b.      Prinsip yang mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang terlibat dalam hubungan itu
c.       Prinsip equity (ekuitas), juga dikenal sebagai aturan distributive. Ide utamanya adalah manfaat yang diterima seseorang harus sebanding dengan kontribusinya.
Teori ekuitas memiliki empat asumsi dasar :
1.      Dalam satu relasi atau kelompok, individu akan berusaha memaksimalkan perolehannya
2.      Pasangan dan kelompok dapat memaksimalkan manfaat kolektifnya dengan menggunakan aturan atau norma tentang cara membagi manfaat secara adil untuk semua pihak
3.      Ketika individu merasa  bahwa suatu hubungan tidak seimbang, mereka akan tertekan. Semakin besar ketidakseimbangan, semakin besar tekanan yang dirasakan
4.      Individu yang merasakan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan akan berusaha memulihkannya.
Ketika hubungan terasa tidak seimbang, kedua belah pihak akan merasa tertekan aau sedih. Jika orang yang dirugikan akan merasa jengkel, namun riset menunjukkan bahwa orang yang terlalu banyak mengambil keuntungan juga akan merasakan tekanan, mungkin karena dia merasa bersalah atau tidak nyaman.
Orang berusaha memulihkan ekitas saat mereka merasakn ada ketidakadilan dalam hubungan. Orang dapat melakukannya dengan dua cara. Pertama adalah memulihkan ekuitas actual.Cara kedua adalah menggunakan strategi kognitif unntuk mengubah persepsi ketidakseimbangan, dan karenanya memulihkan ekuitas psikologis.
Kepuasan dalam kencan dan perkawinan dipengaruhi oleh persepsi ekuitas.Orang yang merasa dirugikan biasanya tidak puas. Dari waktu ke waktu, individu mungkin mengembangkan rasa percaya pada niat baik partnernya dan karenanya tidak memantau pola pertukaran secara ketat
Akan tetapi, ketika hubungan sudah lama itu menghadapi perubahan yang menekan, seperti transisi menjadi orang ta partner mungkin sekali lagi akanmenilai keadilan dalam hubungan mereka. Perise menunjukkan bahwa perasaan kurang bahagia akan memicu usaha mencari sumber tekanan dan menyebabkan partner merasakan keidakseimbangan yang mungkin terabaikan selama masa-masa bahagia.
Juga ada perbedaan individual dalam efek dari ekuitas terhadap kepuasan hubungan. Individu yang mengutamakan keadilan dalam hubungan mungkin akan lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan dalam hubungannya. Wanita yang menganut pandangan feminis atau nontradisional tentang peran gender mungkin akan sensitive terhadap persoanaln keseimbangan dan karenanya merasakan ketidakpuasan yang lebih besar ketimbang wanita berpandangan tradisional.
Riset secara umum menemukan bahwa dalam hubungan yang erat, kebahagiaan tidak terlalu dipengaruhi oleh ekuitas.Kepuasan sangat tinggi jika orang merasa mereka mendapatkan banyak manfaat, entah itu distribusinya adil atau tidak.

Melampaui Pertukaran
            Clark dan Mills (1979) membedakan dua tipe hubungan : hubungan pertukaran dan hubungan komunal. Dan kedua tipe hubungan ini, terjadi proses pertukaran namun aturan member dan menerima manfaat berbeda secara signifikan. Dalam hubungan pertukaran, orang member manfaat dengan harapan mendapatkan balasan yang setara. Dalam exchange relationship (hubungan pertukaran) ini orang tidak merasa ada tanggung jawab special untuk kesejahteraan orang lain sebaliknya, dalam hubungan communal relationship (hubungan komunal), orang merasa bertanggung jawab secara personal atas kebutuhan orang lain. Hubungan komunal biasanya terjadi antara anggota keluarga, sahabat, dan pacar. Dalam hubungan ini, orang memberikan manfaat kepada partnernya untuk menunjukkan perhatian dan merespon kebutuhan, tanpa mengharap balasan yang sama di kemudian hari.
Berikut merupakan perbedaan antara dua orientasi hubungan ini menurut periset :
·         Orang lebih memerhatikan kebutuhan partnernya dalam hubungan komunal ketimbang dalam hubungan pertukaran
·         Orang dalam hubungan komunal lebih memilih membeicarakan topic-topik emosional, sedangkan orang dalam hubungan pertukaran menyukai topic non emosional
·         Orang dianggap lebih altruisik jika menawarkan bantuan kepada kenalan biasa (hubungan komunal yang lemah dimana bantuan tidak diharapkan) ketimbang jika dia memberikan bantuan kepada sahabt dekat (hubungan komunal yang kuat dimana bantuan biasanya diharapkan)
·         Orang dianggap lebih memeningkan diri sendiri jika tidak memberikan bantuan kepada sahabat dekat ketimbang jika dia tidak memberi bantuan kepada kenalan biasa.
Dalam subah riset, periset menemukan bahwa semakin besar komitmen orang dewasa kepada pasangannya, semakin besar kemungkinan mereka menggunakan kata ganti “kami” dan bentuk jamak lainnya ketimbang menggunakan kata ganti ”aku” dalam mendeskripsikan hubungan mereka.
2.2  Intimasi
Intimasi merupakan istilah yang sulit didefiniskan seperti halnya cinta. Pengungkapan diri adalah salah satu komponen intimasi, tetapi pengungkapan informasi personal saja tidak cukup untuk menciptakan pengalaman kedekatan psikologis. Kita mengalami hubungan yang intim apabila kita merasa dipahami, diakui, dan diperhatikan oleh rekan kerja kita. Intimasi tercipta ketika kita memandang orang lain sebagai responsif dan memberi perhatian pada kita dan bereaksi dengan cara yang suportif. Model intimasi menurut Anne dan Betty.




Pengungkapan diri itu sendiri tidak menciptakan intimasi. Orang yang mengungkapkan diri harus merasa bahwa pendengar menerima dan memahami perasaan atau pandangannya. Responsivitas dan kesediaan pendengar untuk balik membuka diri adalah penting. Pada gilirannya, interaksi yang intim akan meningkatkan perasaan saling percaya dan kedekatan emosional yang fundamental bagi perkembangan hubungan personal.
Gender dan Intimasi
Apakah pria dan wanita cenderung mendefinisikan keintiman secara berbeda?
Berdasarkan penelitian di AS, jawabannya adalah tidak. Ketika suami istri ditanya tentang makna keintiman, keduanya menekankan perasaan personal dan kasih sayang. Pria dan wanita menyebutkan pengungkapan perasaan pribadi, apresiasi, kehangatan, dan aktivitas bersama sebagai aspek penting bagi intimasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka menggunakan standar yang sama untuk menilai level intimasi. Selain itu, pria dan wanita sama-sama menekankan pentingnya dukungan emosional dalam hubungan yang erat.
            Apakah pria dan wanita berbeda dalam hal derajat intimasi yang mereka rasakan dalam hubungan mereja dengan kawan dan pasangan asmaranya?
Wanita cenderung mengungkap lebih banyak lebih banyak ketimbang pria dan pola ini tampak jelas dalam persahabatan antara wanita dengan wanita.  Interaksi antar sahabat wanita juga cenderung lebih ekspresif secara emosional ketimbang antarsahabat pria. Dalam studi itu, interaksi antar sesama pria kurang intim dibandingkan interaksi antar sesama wanita. Namun, tidak ada perbedaan derajat intimasi pria dan wanita dalam interaksi mereka dengan kawan lain jenis dan pacar. Penjelasan sosiokultural mungkin menunjukkan bahwa wanita lebih mengutamakan perasaan dalam menjalin hubungan pertemanan dan karenanya lebih mementingkan intimasi dan lebih ahli dalam domain ini. Sebaliknya, pria mungkin telah diajari untuk membatasi pengungkapan diri dan ekspresi emosinya, khususnya saat berinteraksi dengan sesama pria.
Keseimbangan Kekuasaan
Sosial power adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku, pikiran, atau perasaan orang lain. Dalam beberapa hubungan, pria dan wanita punya pengaruh seimbang.
Pasangan dapat mencapai keseimbangan kekuasaan dengan cara yang berbeda. Beberapa pasangan berusaha berbagi keputusan sepenuhnya : mereka belanja bersama, mendiskusikan rencana liburan, dan sebagainnya. Pasangan lainnya mengadopsi pola dimana masing-masing pihak memiliki tanggung jawab “terpisah tetapi setara”. Secara umum, kepuasan hubungan adalah tinggi dalam hubungan yang didominasi pria dan hubungan yang egalitarian. Konsensus antara pria dan wanita mungkin lebih penting. Perkecualian terjadi dalam hubungan yang didominasi wanita. Tampaknya lebih mudah untuk mengikuti pola pria lebih dominan atau pola kesetaraan yang baru ketimbang menjalani hubungan yang didominasi wanita.
Pergeseran Keseimbangan Kekuasaan
Terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi pergeseran keseimbangan kekuasaan, yakni :
a.       Sikap dan Norma Sosial
Pola kekuasaan dalam suatu hubungan sering ditentukan oleh norma sosial. Dalam hubungan perkawinan heteroseksual, konvensi sosial biasanya memberi otoritas yang lebih besar pada pria. Individu yang mendukung keyakinan tradisional tentang peran jenis kelamin menganggap lelaki cocok sebagai pemimpin dan pembuat keputusan dalam hubungan heteroseksual.
b.      Sumber Daya Relatif
Teori pertukaran sosial mengatakan bahwa sumber daya relatif dari kedua belah pihak juga akan mempengaruhi keseimbangan kekuasaan. Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memuaskan atau mengurangi kebutuhan atau membantu atau menghambat orang untuk mendekati tujuannya. Ketika sumber daya tidak berimbang, orang yang memiliki lebih banyak sumber daya akan lebih besar kekuasaannya.
c.       Prinsip Kepentingan Terendah
Ketika kedua belah pihak sama-sama tertarik dan berkomitmen satu sama lain, kekuasaan cenderung seimbang. Ketika satu partner lebih tergantung pada hubungan atau lebih peduli pada kelanjutan hubungan, maka akan muncul ketidakseimbangan.

Sosiolog Willard Waller menyebut ini sebagai principle of least interest (prinsip kepentingan rendah). Partner yang lebih sedikit kepentingannya dalam suatu hubungan akan memiliki kekuasaan lebih besar. Pihak yang lebih berkepntingan pada hubungan akan tunduk pada keinginan pihak lain guna menjaga kesinambungan hubungan. Hubungan yang didasarkan pada ketergantungan satu pihak biasanya tidak memuaskan bagi kedua belah pihak. Hubungan ini cenderung berubah ke arah keseimbangan kekuasaan atau menjadi putus berantakan.

2.3    Konflik
Konflik adalah proses yang terjadi ketika tindakan satu orang mengganggu tindakan orang lain. Potensi konflik meningkat apabila dua orang menjadi saling interdependen. Saat interakasi lebih sering terjadi dan mencakup lebih banyak aktivitas dan isu, ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat. Problem konflik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
a.       Perilaku spesifik
Beberapa konflik terjadi pada perilaku spesifik dari pasangan. Contoh, seorang mahasiswi akan merasa tersinggung ketika ia sedang belajar ada salah satu tetangga kamarnya yang menyetel radio dengan volume yang keras.
b.      Norma dan Peran
Beberapa konflik berfokus pada isu yang lebih umum seperti hak dan tanggung jawab partner dalam suatu hubungan. Konflik jenis ini mungkin muncul akibat adanya janji yang tak ditepati, kurangnya perhatian, atau diabaikannya tugas yang telah disepakati. Contoh, seorang mahasiswi akan mengeluh ketika mendapati teman sekamarnya yang tidak melaksanakan piket asrama.
c.       Disposisi Personal
Beberapa konflik berfokus pada motif dan personalitas seseorang. Orang sering melihat pada niat dan sikap pasangannya. Seseorang mungkin akan jengkel ketika melihat pasangannya malas, tidak disiplin dsb.

Tiga tipe konflik itu merefleksikan fakta bahwa orang adalah interdependen pada tiga level. Pasa level behavioral, partner mengalami problem pengoordinasian aktivitas tertentu. Pada level normatif, mereka mengalami problem dan menegosiasikan aturan dan peran dalam hubungan mereka. pada level disposisional, mereka mungkin berselisih soal personalias dan niat mereka. Konflik dapat membesar apabila satu pihak menggunakan perilaku spesifik sebagai dasar untuk menilai atribut umum dari pihak lain. Konflik dapat membahayakan atau mungkin malah menguntungkan suatu hubungan, tergantung cara penyelesaiannya. Konflik bisa menimbulkan pertikaian fisik dan kekerasan aktual. Di sisi lain, konflik dapat membuka kesempatan bagi pasangan untuk mengklarifikasi perselisihan dan mengubah ekspektasi mereka tentang hubungan.
2.4         Kepuasan dan Komitmen
·         Kepuasan
            Menurut teori interpedensi, kita akan puas jika hubungan kita menguntungkan, yakni, jika manfaatnya lebih besar daripada biaya atau kerugiaannya. (Rusbult, 1980,1983). Dampak kerugian dari suatu hubungan bervariasi. Periset baru-baru ini menunjukkan bahwa bervariasinya akibat dari kerugian itu mungkin karena dikacaukannya antara konsep biaya dan pengorbanan ( Clark &  Grote, 1998; Van Lange et al, 1997). Biaya atau kerugian adalah kejadian yang kita anggap tak menyenagkan, seperti ketika penampilan kita dikecam atau kita dipermalukan didepan umum. Biaya selalu negative, sebaliknya pengorbanan selalu berkaitan dengan kesejahteraan orang lain, seperi mengantar teman ke bandara atau bermain dengan adik sang pacar yang bandel demi menyenangkan si pacar. Pengorbanan mengesampingkan kepentinagn diri demi kepentingan hubungan, dan  mungkin tidak dianggap sebagai sesuatu yang merugikan.
            Menurut teori interpedensi, kepuasan hubungan jadi dipengaruhi oleh level perbandingan umum kita. Kita puas jika suatu hubungan sesuai dengan harapan dan kebutuhan kita. Salah satu cara untuk merasa lebih baik adalah dengan mengatakan kepada diri kita sendiri bahwa keadaan orang lain lebih buruk ketimbang kita (Buunk, Oldersma, & De Dreu, 2001). Sedikit pertikaian dengan pasangan kita mungkin terlalu menyusahkan jika kita ingat ada pasangan lain yang bertengakar setiap hari.
            Persepsi keadilan  memengaruhi kepuasan. Bahkan jika suatu hubungan memberi banyak manfaat, mungkin kita tak puas jika kita yakin bahwa diri kita diperlakukan secara tidak adil. Dalam bisnis, partner biasanya tak puas jika mereka menganggap hubungan yang ada adalah berat sebelah. Demikian pula, dalam persahabatan dan cinta, hubungan yang berat sebelah, di mana seseorang mendapat lebih banyak ketimbang orang lainnya, biasanya tidak memuaskan (Cate & Llyod, 1992)
            Karakteristik lain dari pasangan menikah atau pasangan kekasih yang relative bahagia. Pasangan yang berbahagia menghabiskan lebih banyak waktu bersama dalam aktivitas bersama. Bagi beberapa pasangan, melakukan aktivitas yang menentang mungkin akan membantu membangkitkan kembali hasrat dan meningkatkan kepuasan hubungan (Aron, Norman, Aron, & Lewandowski, 2002). Pasangan yang suka berpetualang mungkin akan melakukan kegiatan arung jeram atau mendaki gunung; pasangan lainnya mungkin lebih suka menonton turnamen atau travelling. Pasanagan yang bahagia cenderung lebih banyak menggunakan humor dan tidak terlalu banyak bertikai. 
·         Komitmen
            Orang yang sangat berkomitmen pada hubungan sangat mungkin untuk tetap bersama “mengarungi suka duka” dan “demi tujuan bersama.” Dalam istilah teknis, commitment in a relationship (komitmen dalam suatu hubungan) berarti semua kekuatan positif dan negatif, yang menjaga individu tetap berada dalam suatundividu tetap berada dalam suatu hubungan. Ada tiga faktor yang memengaruhi komitmen pada suatu hubungan (Johnson, 1991; Surra &Gray, 2000).
            Pertama, komitmen dipengaruhi oleh kekuatan daya tarik pada partner atau hubungan tertentu. Jika kita suka pada orang lain, menikmati kehadirannya, dan merasa orang itu ramah dan gaul, maka kita akan termotivasi untuk meneruskan hubungan kita dengannya. Dengan  kata lain, komitmen akan lebih kuat jika kepuasannya tinggi (Rusbult & Van Lange, 1996). Komponen ini dinamakan “komitmen personal” karena ia merujuk pada keinginan individu untuk mempertahankan atau mengingatkan hubungan (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999).
            Kedua, komitmen dipengaruhi oleh nilai dan prinsip moral kita, perasaan bahwa kita seharusnya tetap berada dalam suatu hubungan. “Komitmen moral” ini didasarkan pada perasaan kewajiban, kewajiban agama, atau tanggung jawab social. Bagi beberapa orang, keyakinan atau kesucian pernikahan dan keinginan menjalin komitmen seumur hidup akan membuat mereka tidak ingin bercerai.
            Ketiga, koomitmen didasarkan pada kekuatan negatif atau penghalang yang menyebabkan seseorang akan rugi besar jika meninggalkan hubungan. Faktor yang dapat menahankita untuk tetap dalam hubungan antara lain adalah tidak adanya alternatif hubungan dan investasi yang kita tanamkan dalam suatu hubungan. Orang yang sudah menikah mungkin takut pada konsekuensi legal, social, dan financial yang timbul dari perceraian dan karenanya mereka merasa terperangkap dalam perkawinan yang tidak bahagia. Situasi ini, dimana seseorang merasa harus melanjutkan hubungan, dinamakan “komitmen terpaksa.” Menurut teori interpedensi, dua tipe penghalang penting adalah kurangnya alternatif yang lebih baik dan investasi yang sudah kita tanamkan dalam suatu hubungan.
Ketersediaan Alternatif. Level perbandingan alternatif akan memengaruhi komitmen kita. Kita mungkin berpacaran dengan orang yang tidak sesuai dengan selera kita karena adalah satu-satunya orang yang mau dengan kita. Ketika kita tergantung pada hubungan untuk mendapatkan hal-hal yang kita hargai dan tidak bisa mendapatkan hal itu di tempat lain, maka kita sulit unutk meninggalkan hubungan (Attridge, Creed, Berscheid, & Simpson, 1992). Kurangnya alternatif yang lebih baik akan meningkatkan komitmen.
Investasi. Komitmen juga dipengaruhi oleh investasi yang kita tanamkan dalam membentuk hubungan (Rusbult, 1980, 1983). Investasi itu antara lain waktu, energy, uang, keterlibatan emosional, pengalaman kebersamaan, dan pengorbanan untuk partner. Setelah banyak berinvestasi dalam suatu hubungan dan kemudian merasa hubungan itu kurang bermanfaat akan menimbulkan disonansi kognitif pada diri kita. Karenanya kita mungkin merasakan tekanan psikologis unutk melihat hubungan kita itu dari sudut pandang yang lebih positif atau mengabaikan kekurangannya (Rubin, 1973). Semakin banyak investasi kita, semakin mahal jika kita meninggalkan hubungan.      
Asosiasi antara Kepuasan dan Komitmen.
            Dalam banyak hubungan, ada asosiasi erat antara kepuasan dengan komitmen. Ketika orang menenmukan manfaat khusus dari hubungan asmaranya, mereka akan membangun komitmen. Mereka akan berhenti berpetualang asmara. Saat hubungan itu kemudian kemudian berubah menjadi cinta kasih, mereka akan menunjukkan perasaannya secara terang-terangan dan melangkah menuju masa depan bersama-sama. Mereka akan menikah, membeli rumah, punya anak, hal seperti ini biasanya didasarkan pada cinta dan keinginan kuat untuk membangun komitmen. Jika pasangan itu mengalami masa sulit dan konflik, investasi mereka mungkin akan menjadi motivasi untuk berusaha memperbaiki hubungan dan manyalakan kembali api asmaranya.
            Namun, kepuasan dan komitmen tidak selalu berhubungan erat. Beberapa pasangan yang tidak bahagia mampu meningkatkan kualitas hubungannya dengan pasangan yang lainnya mungkin menghentikan hubungannya, dan bahkan ada yang mampu mempertahankan hubungan seumur hidup meski hubungan itu kurang memuaskan. Untuk memahami sumber komitmen dalam hubungan yang kurang memuaskan ini, para periset membandingkan pengalaman mereka yang berada dalam perkawinan yang tidak bahagia yang ingin mempertahankan perkawinannya dengan orang yang mempertimbangkan untuk bercerai. Secara umum, semakin banyak investasi yang diinvestasikan oleh pasangann  itu semakin besar kemungkinan mereka bertahan dan punya anak. Kurangnya alternatif mungkin juga berpengaruh. Bagi pria dan wanita, keyakinan bahwa kehidupan akan lebih buruk jika mereka berpisah juga berperan dalam menguatkan komitmen. Bagi wanita, mereka mungkin merasa terancam akan kehilangan sumber ekonomi akibat perceraian. Bagi lelaki, mereka mungkin akan merasa kehidupan seksnya bertambah buruk jika bercerai. Individu yang percaya bahwa perkawinan adalah komitmen seumur hidup dan pasangan yang tetap bertahan demi anak-anaknya akan lebih mungkin untuk terus bertahan meksi ada ketidakpuasan. Terakhir, orang yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol yang kuat atas kehidupan mereka sendiri dilaporkan tidak terlalu berkomitmen pada perkawinan yang tidak memuaskan.
Kepuasan dan Komitmen dalam Hubungan Lesbiyan dan Gay.
            Beberapa study membandingkan sampel pasangan gay, lesbian, dan heteroseksual, menggunakan ukuran standar cinta, kepuasan, dan penyesuaian (Kurdek, akan segera terbit; Peplau & Bealks, 2004). Tidak ada perbaedaan signifikan dalam ukuran kualitas hubungan. Lesbian dan gay tidak lebih besar kemungkinannya untuk memiliki hubungan yang membahagiakan.    
            Periset telah mulai mengidentifikasi faktor-faktor yang memperkaya atau mengurangi kepuasan dalam hubungan sesama jenis (Peplau & Beals, 2004). Sesuai dengan teori interpedensi, kepuasan akan tinggi bila seseorang merasa hubungannya member manfaat dan lebih sedikit biaya. Kepuasan juga lebih tinggi bila partner gay dan lesbian merasa mereka memiliki kekuasaan yang sama dan bisa mengambil keputusan bersama.
            Diperkirakan sekitar satu perkawinan heteroseksual dewasa ini akan berakhir dengan perceraian. Tanpa catatan perkawinan resmi dan laporan sensus, adalah mustahil untuk mengjukan estimasi yang sama untuk hubungan lesbian dan gay. Periset meneliti faktor-faktor yang memengaruhi komitmen dalam hubungan gay dan lesbian (Beals, Impett, & Peplau, 2002; Kurdek, 2000). Faktor yang diidentifikasi oleh teori interdepedensi cukup berguna untuk memahami pasangan sesama jenis. Komitmen akan tinggi jika partner merasa hubungannya member banyak daya tarik positif, apabila mereka telah banyak berinvestasi dalam hubungan itu dan merasa tidak banyak alternatif tersedia.
            Perbedaan antara pasangan heteroseksual denagn homoseksual mungkin pada hambatan untuk mengakhiri hubungan, bukan pada daya tarik positif hubungan. Perkawinan heteroseksual menciptakan hambatan untuk bercerai seperti investasi dalam prpoperti bersama, perhat an pada anak, atau ketergantungan financial. Rintangan ini mungkin mendororng pasangan yang sudah menikah untuk berusaha memperbaiki hubungan yang memburuk. Sebaliknya, pasangan gay dan lesbian lebih kecil kemungkinannya untuk menglami hambatan ini. Dengan sedikit perkecualian, gay dan lesbian tidak bisa menikah secara hukum. Mereka tidak menyatukan pendapatan finansialnya atau menggabungkan propertinya, dan tidak mungkin punya anak kandung. Tiadanya hambatan ini mengurangi peluang lesbian dan gay untuk terjebak dalam hubungan yang kurang memuaskan. Akan tetapi, rintangan yang lemah mungkin juga bisa menyebabkan partner untuk mengakhiri hubungan mereka. Ringkasnya, riset menemukan banyak kemiripan antara hubungnan orang, terlepas dari orientasi seksualnya.
2.5         Pemeliharaan Hubungan
Semua hubungan akan mengalami masalah dan kadang kekecewaan. Cara kita merespons kekecewaan akan menjadi sebab sekaligus akibat dari kepuasan dan komitmen kita. Di bawah ini beberapa pemikiran dan perilaku yang dapat memengaruhi hubungan.
Ilusi Positif tentang Hubungan
            Orang, terutama yang berada dalam hubungan yang memuaskan dan berkomitmen, cenderung mengidealisasikan partnernya dan memandang hubungan mereka lebih unggul ketimbang hubungan pasangan lainnya. Anggota dari pasangan yang bahagia cenderung menekankan kebaikan pasangannya dan tidak terlalu peduli dengan kelemahan masing-masing. Meskipun sulit mengabaikan perilaku yang menjengkelkan, kekurangan ini biasanya diletakkan dalam konteks kualitas positif global. Memandang pacar sepositif mungkin dapat menambah kepuasan hubungan dan memperkuat kepercayaan kita bahwa kita telah menemukan pasangan yang tepat. Riset tentang hal ini telah ditemukan di berbagai kultur.
Bias Masa Lalu
            Cara lain untuk mempertahankan hubungan yaitu dengan menganggap bahwa hubungan mereka terus berjalan kea rah cinta dan intimasi. Pada dasarnya, orang mungkin merasa bahwa hubungan mereka tak sempurna, hubungan itu akan terus membaik dari waktu ke waktu.
            Bias memori ini ditemukan dalam studi longitudinal selama 20 tahun terhadap sekelompok istri. Kepuasan actual mereka dalam perkawinan menurun dari waktu ke waktu. Namun, ketika diminta mengingat masa-masa awal perkawinan, para istri itu melaporkan adanya peningkatan: mereka percaya bahwa perkawinan mereka saat ini lebih baik ketimbang di masa lalu. Memori manusia sangat kreatif, menyusun cerita tentang masa lalu yang mungkin berbeda dengan fakta guna menjaga komitmen saat ini. Kemampuan untuk membayangkan adanya perbaikan mungkin memang merupakan sumber dari harapan akan masa depan.
Godaan Partner Alternatif
            Salah satu ancaman potensial terhadap suatu hubungan adalah adanya alternaif pasangan yang menarik. Salah sau tujuan komitmen dan perkawinan adalah mengumumkan bahwa seseorang  telah terikat dengan satu pasangan. Orang yang sangat berkomitmen kepada hubungan mungkin juga menggunakan mekanisme kognitif untuk melindungi dan menjaga hubungannya. Misalnya, partner yang setia mungkin akan secara aktif meremehkan alternative guna menolak godaannya. Meyakinkan diri sendiri bahwa pasangan kita jauh lebih baik adalah salah satu cara untuk menjaga kesetiaan.
Menjelaskan Perilaku Partner
            Ketika partner melakukan sesuatu yang menjengkelkan atau mengecewakan, kita termotivasi untuk mencari  tahu alasan dari tindakannya. Riset menemukan bahwa pada umumnya pasangan yang bahagia dan yang tertekan cenderung menjelaskan tindakan partnernya dengan cara yang berbeda.  Pasangan yang bahagia cenderung membuat atribusi yang memperkaya hubungan. Sebaliknya, pasangan yang tidak bahagia mungkin akan membuat atribusi yang mempertahankan kesedihannya.
            Pasangan yang bahagia dan kurang bahagia juga berbeda dalam dimensi atribusional umum. Dimensi ini berkaitan dengan apakah penyebab perilaku partner adalah disebabkan oleh situasi tertentu atau sesuatu yang lebih umum yang memengaruhi banyak situasi. Secara keseluruhan, perbedaan aribusi ini dapat menyebabkan partner yang berada dalam hubungan yang tidak memuaskan akan saling memandang curiga dan saling menyalahkan, dan partner dalam hubungan yang bahagia akan saling memandang satu sama lain sebagai bertanggung jawab dan perhatian. Riset menunjukkan bahwa atribusi seperti ini dapat menimbulkan konsekuensi penting dalam hubungan yang erat. Bagi pasangan yang tidak bahagia, isu tanggung jawab dan kesalahan sering lebih mengemuka. Menginterpretasikan perilaku partner sebagai tindakan egois dapat memperbesar perasaan kecewa dan menimbulkan kritik dan ledakan emosi.
Kesediaan untuk Berkorban
            Dalam suatu hubungan, terkadang ada situasi di mana pilihan terbaik untuk masing-masing pihak adalah berbeda. Ketika terjadi konflik kepentingan, satu pihak mungkin memutuskan untuk berkorban demi kebaikan partnernya atau demi menjaga hubungan. Semakin komitmen seseorang pada hubungan, semakin besar kemungkinan dia bersedia berkorban.
            Dampak dari pengorbanan terhadap hubungan mungkin akan tergantung pada alasan seseorang yang melakukan pengorbanan. Adalah berguna untuk membedakan antara alasan pendekatan dan penghindaran. Kadang orang berkorban demi partner untuk menunjukkan cinta dan perhatiannya, pengorbanan semacam ini yang bermotifkan untuk mendekati bisa menimbulkan rasa bahagia dan puas. Sebaliknya, terkadang orang berkorban demi menghindari konflik atau takut membahayakan hubungan, pengorbanan dengan motif penghindaran dapat menimbulkan perasaan gelisah dan amarah
Bersabar : Akomodasi dan Maaf
            Istilah teknis akomodasi berarti kesediaan untuk menahan diri dan member respons yang lebih konstruktif saat pasangan melakukan perilaku yang buruk. Riset menunjukkan bahwa kemampuan untuk menahan diri dari marah-marah merupakan factor penting dalam menjaga kualitas hubungan yang dekat. Orang yang mampu memahami perspektif pasangannya, yang berusaha mengerti pemikiran dan perasaan partnernya, biasanya tidak akan membalas perilaku negative dengan cara negative. Perbedaan individual dalam hal control diri, dalam hal kemampuan untuk menahan amarah, juga bisa amat berpengaruh.
            Individu dalam hubungan yang bahagia dan penuh komitmen kemungkinan besar akan lebih mudah memaafkan ketimbang individu dalam hubungan yang kurang bahagia. Orang yang berempati kepada partner yang menyakitinya kemungkinan besar akan member maaf dan berusaha berdamai. Lebih jauh, ada bukti awal yang menunjukkan bahwa pemberian maaf bisa memulihkan hubungan antar pasangan. Member maaf bisa mengurangi stress dan menyehatkan fisik pula.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

Rabu, 14 Desember 2011

HUBUNGAN PERSONAL

Diposting oleh oriaini di 19.06

2.1  Teori Interdependensi
Teori pertukaran social (interdependency theory) adalah salah satu pandangan tentang pertukaran social terpenting dalam psikologi social. Salah satu cara untuk mengonseptualisasikan interaksi ini adalah dalam term “hasil” (outcome) yang diberikan dan diterima partner. Saat masih anak-anak, kita belajar aturan umum resiprositas : kita diharuskan membalas jasa kepada orang yang berjasa kepada kita.
Manfaat dan Biaya
Manfaat atau perolehan/imbalan (reward) adalah segala sesuatu yang positif yang kita peroleh dari interaksi, seperti perasaan dicintai atau mendapat bantuan financial.
Foa dan Foa yang mengidentifikasi enam tipe perolehan utama :cinta, uang, status, informasi, barang dan jasa. Ini dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi.Dimensi partikularisme berkaitan dengan sejauh mana nilai perolehan bergantung pada orang yang memberikannya.Dimensi kedua, kekonkretan adalah perbedaan antara imbalan yang nyata yang dapat kita lihat, cium dan sentuh , dan nonkonkret atau simbolis, seperti nasihat atau persetujuan social.
Biaya atau kerugian adalah kensekuensi negative dari interaksi atau hubungan.Sebuah interaksi mungkin merugikan karena membuang banyak waktu dan energi, karena menimbulkan banyak konflik, atau karena orang tidak menyetujui hubungan itu dan mengkritik kita karena kita terlibat dalam hubungan itu.


Mengevaluasi Hasil
Teori interdependensi mengasumsikan bahwa orang selalu meneliti manfaat dan biaya dari interaksi atau hubungan tertentu.Orang menggunakan beberapa standar untuk mengevaluasi hasil hubungan.Ada dua standar perbandingan yang amat penting.Standar pertama adalah comparison level (level perbandingan).Ini merefleksikan kualitas hasil yang menurut seseorang pantas untuk diterima.Standar kedua adalah comparison level for alternatives. Yakni, menilai bagaimana satu hubungan dibandingkan dengan hubungan lain yang saat ini kita jalani.
Mengoordinasikan Hasil
Seberapa sulit atau mudahkah dua orang mengoordinasikan hasil akan tergantung pada seberapa banyak kesamaan minat dan tujuan mereka. Ketika partner menyukai banyak hal yang serupa dan menyukai aktivitas yang sama, mereka akan relative mudah mengatasi problem koordinasi. Mereka dikatakan memiliki “hasil yang berkorespondensi” karena hasilnya berhubungan satu sama lain. Ketika partner memiliki preferensi dan nilai yang berbeda, mereka akan mendapakan “hasil yang tidak berkorespondensi” dan, akibatnya, cenderung terjadi konflik kepentingan dan timbul problem koordinasi. Salah satu solusi yang lazim adalah memilih alternative yang bisa diterima kedua belah pihak.
Peran memberikan solusi untuk beberapa problem koordinasi yang mungkin dihadapi orang.Didalam banyak hubungan, aturan cultural menetapkan pola kooordniasi tertentu. Ditempat kerja, misalnya, biasanya ada aturan yang jelas tentang siapa atasan dan siapa bawahan.ketika individu bertindak berdasarkan aturan cultural yang sudah ada, mereka melakukan proses pengambilan peran. Kita dapa mengontraskan proses pengambilan peran ini, dimana orang mengadopsi atau menyesuaikan diri dengan peran cultural, dengan proses penciptaan peran, dimana orang menciptakan norma sendiri untuk berinteraksi secara social. Ketika pedoman social tampak kabur dalam proses perubahan, individu memiliki lebih banyak kebebasan untuk bertindak, namun dia juga mungkin harus lebih banyak berusaha keras untuk mengoordinasikan interaksinya agar sukses.
Pertukaran yang adil
Terdapat tiga prinsip dalam pertukaran yang adil, yakni :
a.       Prinsip ekualitas atau kaidah kesamaan, yakni setiap orang mendapatkan proporsi yang sama.
b.      Prinsip yang mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang terlibat dalam hubungan itu
c.       Prinsip equity (ekuitas), juga dikenal sebagai aturan distributive. Ide utamanya adalah manfaat yang diterima seseorang harus sebanding dengan kontribusinya.
Teori ekuitas memiliki empat asumsi dasar :
1.      Dalam satu relasi atau kelompok, individu akan berusaha memaksimalkan perolehannya
2.      Pasangan dan kelompok dapat memaksimalkan manfaat kolektifnya dengan menggunakan aturan atau norma tentang cara membagi manfaat secara adil untuk semua pihak
3.      Ketika individu merasa  bahwa suatu hubungan tidak seimbang, mereka akan tertekan. Semakin besar ketidakseimbangan, semakin besar tekanan yang dirasakan
4.      Individu yang merasakan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan akan berusaha memulihkannya.
Ketika hubungan terasa tidak seimbang, kedua belah pihak akan merasa tertekan aau sedih. Jika orang yang dirugikan akan merasa jengkel, namun riset menunjukkan bahwa orang yang terlalu banyak mengambil keuntungan juga akan merasakan tekanan, mungkin karena dia merasa bersalah atau tidak nyaman.
Orang berusaha memulihkan ekitas saat mereka merasakn ada ketidakadilan dalam hubungan. Orang dapat melakukannya dengan dua cara. Pertama adalah memulihkan ekuitas actual.Cara kedua adalah menggunakan strategi kognitif unntuk mengubah persepsi ketidakseimbangan, dan karenanya memulihkan ekuitas psikologis.
Kepuasan dalam kencan dan perkawinan dipengaruhi oleh persepsi ekuitas.Orang yang merasa dirugikan biasanya tidak puas. Dari waktu ke waktu, individu mungkin mengembangkan rasa percaya pada niat baik partnernya dan karenanya tidak memantau pola pertukaran secara ketat
Akan tetapi, ketika hubungan sudah lama itu menghadapi perubahan yang menekan, seperti transisi menjadi orang ta partner mungkin sekali lagi akanmenilai keadilan dalam hubungan mereka. Perise menunjukkan bahwa perasaan kurang bahagia akan memicu usaha mencari sumber tekanan dan menyebabkan partner merasakan keidakseimbangan yang mungkin terabaikan selama masa-masa bahagia.
Juga ada perbedaan individual dalam efek dari ekuitas terhadap kepuasan hubungan. Individu yang mengutamakan keadilan dalam hubungan mungkin akan lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan dalam hubungannya. Wanita yang menganut pandangan feminis atau nontradisional tentang peran gender mungkin akan sensitive terhadap persoanaln keseimbangan dan karenanya merasakan ketidakpuasan yang lebih besar ketimbang wanita berpandangan tradisional.
Riset secara umum menemukan bahwa dalam hubungan yang erat, kebahagiaan tidak terlalu dipengaruhi oleh ekuitas.Kepuasan sangat tinggi jika orang merasa mereka mendapatkan banyak manfaat, entah itu distribusinya adil atau tidak.

Melampaui Pertukaran
            Clark dan Mills (1979) membedakan dua tipe hubungan : hubungan pertukaran dan hubungan komunal. Dan kedua tipe hubungan ini, terjadi proses pertukaran namun aturan member dan menerima manfaat berbeda secara signifikan. Dalam hubungan pertukaran, orang member manfaat dengan harapan mendapatkan balasan yang setara. Dalam exchange relationship (hubungan pertukaran) ini orang tidak merasa ada tanggung jawab special untuk kesejahteraan orang lain sebaliknya, dalam hubungan communal relationship (hubungan komunal), orang merasa bertanggung jawab secara personal atas kebutuhan orang lain. Hubungan komunal biasanya terjadi antara anggota keluarga, sahabat, dan pacar. Dalam hubungan ini, orang memberikan manfaat kepada partnernya untuk menunjukkan perhatian dan merespon kebutuhan, tanpa mengharap balasan yang sama di kemudian hari.
Berikut merupakan perbedaan antara dua orientasi hubungan ini menurut periset :
·         Orang lebih memerhatikan kebutuhan partnernya dalam hubungan komunal ketimbang dalam hubungan pertukaran
·         Orang dalam hubungan komunal lebih memilih membeicarakan topic-topik emosional, sedangkan orang dalam hubungan pertukaran menyukai topic non emosional
·         Orang dianggap lebih altruisik jika menawarkan bantuan kepada kenalan biasa (hubungan komunal yang lemah dimana bantuan tidak diharapkan) ketimbang jika dia memberikan bantuan kepada sahabt dekat (hubungan komunal yang kuat dimana bantuan biasanya diharapkan)
·         Orang dianggap lebih memeningkan diri sendiri jika tidak memberikan bantuan kepada sahabat dekat ketimbang jika dia tidak memberi bantuan kepada kenalan biasa.
Dalam subah riset, periset menemukan bahwa semakin besar komitmen orang dewasa kepada pasangannya, semakin besar kemungkinan mereka menggunakan kata ganti “kami” dan bentuk jamak lainnya ketimbang menggunakan kata ganti ”aku” dalam mendeskripsikan hubungan mereka.
2.2  Intimasi
Intimasi merupakan istilah yang sulit didefiniskan seperti halnya cinta. Pengungkapan diri adalah salah satu komponen intimasi, tetapi pengungkapan informasi personal saja tidak cukup untuk menciptakan pengalaman kedekatan psikologis. Kita mengalami hubungan yang intim apabila kita merasa dipahami, diakui, dan diperhatikan oleh rekan kerja kita. Intimasi tercipta ketika kita memandang orang lain sebagai responsif dan memberi perhatian pada kita dan bereaksi dengan cara yang suportif. Model intimasi menurut Anne dan Betty.




Pengungkapan diri itu sendiri tidak menciptakan intimasi. Orang yang mengungkapkan diri harus merasa bahwa pendengar menerima dan memahami perasaan atau pandangannya. Responsivitas dan kesediaan pendengar untuk balik membuka diri adalah penting. Pada gilirannya, interaksi yang intim akan meningkatkan perasaan saling percaya dan kedekatan emosional yang fundamental bagi perkembangan hubungan personal.
Gender dan Intimasi
Apakah pria dan wanita cenderung mendefinisikan keintiman secara berbeda?
Berdasarkan penelitian di AS, jawabannya adalah tidak. Ketika suami istri ditanya tentang makna keintiman, keduanya menekankan perasaan personal dan kasih sayang. Pria dan wanita menyebutkan pengungkapan perasaan pribadi, apresiasi, kehangatan, dan aktivitas bersama sebagai aspek penting bagi intimasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka menggunakan standar yang sama untuk menilai level intimasi. Selain itu, pria dan wanita sama-sama menekankan pentingnya dukungan emosional dalam hubungan yang erat.
            Apakah pria dan wanita berbeda dalam hal derajat intimasi yang mereka rasakan dalam hubungan mereja dengan kawan dan pasangan asmaranya?
Wanita cenderung mengungkap lebih banyak lebih banyak ketimbang pria dan pola ini tampak jelas dalam persahabatan antara wanita dengan wanita.  Interaksi antar sahabat wanita juga cenderung lebih ekspresif secara emosional ketimbang antarsahabat pria. Dalam studi itu, interaksi antar sesama pria kurang intim dibandingkan interaksi antar sesama wanita. Namun, tidak ada perbedaan derajat intimasi pria dan wanita dalam interaksi mereka dengan kawan lain jenis dan pacar. Penjelasan sosiokultural mungkin menunjukkan bahwa wanita lebih mengutamakan perasaan dalam menjalin hubungan pertemanan dan karenanya lebih mementingkan intimasi dan lebih ahli dalam domain ini. Sebaliknya, pria mungkin telah diajari untuk membatasi pengungkapan diri dan ekspresi emosinya, khususnya saat berinteraksi dengan sesama pria.
Keseimbangan Kekuasaan
Sosial power adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku, pikiran, atau perasaan orang lain. Dalam beberapa hubungan, pria dan wanita punya pengaruh seimbang.
Pasangan dapat mencapai keseimbangan kekuasaan dengan cara yang berbeda. Beberapa pasangan berusaha berbagi keputusan sepenuhnya : mereka belanja bersama, mendiskusikan rencana liburan, dan sebagainnya. Pasangan lainnya mengadopsi pola dimana masing-masing pihak memiliki tanggung jawab “terpisah tetapi setara”. Secara umum, kepuasan hubungan adalah tinggi dalam hubungan yang didominasi pria dan hubungan yang egalitarian. Konsensus antara pria dan wanita mungkin lebih penting. Perkecualian terjadi dalam hubungan yang didominasi wanita. Tampaknya lebih mudah untuk mengikuti pola pria lebih dominan atau pola kesetaraan yang baru ketimbang menjalani hubungan yang didominasi wanita.
Pergeseran Keseimbangan Kekuasaan
Terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi pergeseran keseimbangan kekuasaan, yakni :
a.       Sikap dan Norma Sosial
Pola kekuasaan dalam suatu hubungan sering ditentukan oleh norma sosial. Dalam hubungan perkawinan heteroseksual, konvensi sosial biasanya memberi otoritas yang lebih besar pada pria. Individu yang mendukung keyakinan tradisional tentang peran jenis kelamin menganggap lelaki cocok sebagai pemimpin dan pembuat keputusan dalam hubungan heteroseksual.
b.      Sumber Daya Relatif
Teori pertukaran sosial mengatakan bahwa sumber daya relatif dari kedua belah pihak juga akan mempengaruhi keseimbangan kekuasaan. Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memuaskan atau mengurangi kebutuhan atau membantu atau menghambat orang untuk mendekati tujuannya. Ketika sumber daya tidak berimbang, orang yang memiliki lebih banyak sumber daya akan lebih besar kekuasaannya.
c.       Prinsip Kepentingan Terendah
Ketika kedua belah pihak sama-sama tertarik dan berkomitmen satu sama lain, kekuasaan cenderung seimbang. Ketika satu partner lebih tergantung pada hubungan atau lebih peduli pada kelanjutan hubungan, maka akan muncul ketidakseimbangan.

Sosiolog Willard Waller menyebut ini sebagai principle of least interest (prinsip kepentingan rendah). Partner yang lebih sedikit kepentingannya dalam suatu hubungan akan memiliki kekuasaan lebih besar. Pihak yang lebih berkepntingan pada hubungan akan tunduk pada keinginan pihak lain guna menjaga kesinambungan hubungan. Hubungan yang didasarkan pada ketergantungan satu pihak biasanya tidak memuaskan bagi kedua belah pihak. Hubungan ini cenderung berubah ke arah keseimbangan kekuasaan atau menjadi putus berantakan.

2.3    Konflik
Konflik adalah proses yang terjadi ketika tindakan satu orang mengganggu tindakan orang lain. Potensi konflik meningkat apabila dua orang menjadi saling interdependen. Saat interakasi lebih sering terjadi dan mencakup lebih banyak aktivitas dan isu, ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat. Problem konflik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
a.       Perilaku spesifik
Beberapa konflik terjadi pada perilaku spesifik dari pasangan. Contoh, seorang mahasiswi akan merasa tersinggung ketika ia sedang belajar ada salah satu tetangga kamarnya yang menyetel radio dengan volume yang keras.
b.      Norma dan Peran
Beberapa konflik berfokus pada isu yang lebih umum seperti hak dan tanggung jawab partner dalam suatu hubungan. Konflik jenis ini mungkin muncul akibat adanya janji yang tak ditepati, kurangnya perhatian, atau diabaikannya tugas yang telah disepakati. Contoh, seorang mahasiswi akan mengeluh ketika mendapati teman sekamarnya yang tidak melaksanakan piket asrama.
c.       Disposisi Personal
Beberapa konflik berfokus pada motif dan personalitas seseorang. Orang sering melihat pada niat dan sikap pasangannya. Seseorang mungkin akan jengkel ketika melihat pasangannya malas, tidak disiplin dsb.

Tiga tipe konflik itu merefleksikan fakta bahwa orang adalah interdependen pada tiga level. Pasa level behavioral, partner mengalami problem pengoordinasian aktivitas tertentu. Pada level normatif, mereka mengalami problem dan menegosiasikan aturan dan peran dalam hubungan mereka. pada level disposisional, mereka mungkin berselisih soal personalias dan niat mereka. Konflik dapat membesar apabila satu pihak menggunakan perilaku spesifik sebagai dasar untuk menilai atribut umum dari pihak lain. Konflik dapat membahayakan atau mungkin malah menguntungkan suatu hubungan, tergantung cara penyelesaiannya. Konflik bisa menimbulkan pertikaian fisik dan kekerasan aktual. Di sisi lain, konflik dapat membuka kesempatan bagi pasangan untuk mengklarifikasi perselisihan dan mengubah ekspektasi mereka tentang hubungan.
2.4         Kepuasan dan Komitmen
·         Kepuasan
            Menurut teori interpedensi, kita akan puas jika hubungan kita menguntungkan, yakni, jika manfaatnya lebih besar daripada biaya atau kerugiaannya. (Rusbult, 1980,1983). Dampak kerugian dari suatu hubungan bervariasi. Periset baru-baru ini menunjukkan bahwa bervariasinya akibat dari kerugian itu mungkin karena dikacaukannya antara konsep biaya dan pengorbanan ( Clark &  Grote, 1998; Van Lange et al, 1997). Biaya atau kerugian adalah kejadian yang kita anggap tak menyenagkan, seperti ketika penampilan kita dikecam atau kita dipermalukan didepan umum. Biaya selalu negative, sebaliknya pengorbanan selalu berkaitan dengan kesejahteraan orang lain, seperi mengantar teman ke bandara atau bermain dengan adik sang pacar yang bandel demi menyenangkan si pacar. Pengorbanan mengesampingkan kepentinagn diri demi kepentingan hubungan, dan  mungkin tidak dianggap sebagai sesuatu yang merugikan.
            Menurut teori interpedensi, kepuasan hubungan jadi dipengaruhi oleh level perbandingan umum kita. Kita puas jika suatu hubungan sesuai dengan harapan dan kebutuhan kita. Salah satu cara untuk merasa lebih baik adalah dengan mengatakan kepada diri kita sendiri bahwa keadaan orang lain lebih buruk ketimbang kita (Buunk, Oldersma, & De Dreu, 2001). Sedikit pertikaian dengan pasangan kita mungkin terlalu menyusahkan jika kita ingat ada pasangan lain yang bertengakar setiap hari.
            Persepsi keadilan  memengaruhi kepuasan. Bahkan jika suatu hubungan memberi banyak manfaat, mungkin kita tak puas jika kita yakin bahwa diri kita diperlakukan secara tidak adil. Dalam bisnis, partner biasanya tak puas jika mereka menganggap hubungan yang ada adalah berat sebelah. Demikian pula, dalam persahabatan dan cinta, hubungan yang berat sebelah, di mana seseorang mendapat lebih banyak ketimbang orang lainnya, biasanya tidak memuaskan (Cate & Llyod, 1992)
            Karakteristik lain dari pasangan menikah atau pasangan kekasih yang relative bahagia. Pasangan yang berbahagia menghabiskan lebih banyak waktu bersama dalam aktivitas bersama. Bagi beberapa pasangan, melakukan aktivitas yang menentang mungkin akan membantu membangkitkan kembali hasrat dan meningkatkan kepuasan hubungan (Aron, Norman, Aron, & Lewandowski, 2002). Pasangan yang suka berpetualang mungkin akan melakukan kegiatan arung jeram atau mendaki gunung; pasangan lainnya mungkin lebih suka menonton turnamen atau travelling. Pasanagan yang bahagia cenderung lebih banyak menggunakan humor dan tidak terlalu banyak bertikai. 
·         Komitmen
            Orang yang sangat berkomitmen pada hubungan sangat mungkin untuk tetap bersama “mengarungi suka duka” dan “demi tujuan bersama.” Dalam istilah teknis, commitment in a relationship (komitmen dalam suatu hubungan) berarti semua kekuatan positif dan negatif, yang menjaga individu tetap berada dalam suatundividu tetap berada dalam suatu hubungan. Ada tiga faktor yang memengaruhi komitmen pada suatu hubungan (Johnson, 1991; Surra &Gray, 2000).
            Pertama, komitmen dipengaruhi oleh kekuatan daya tarik pada partner atau hubungan tertentu. Jika kita suka pada orang lain, menikmati kehadirannya, dan merasa orang itu ramah dan gaul, maka kita akan termotivasi untuk meneruskan hubungan kita dengannya. Dengan  kata lain, komitmen akan lebih kuat jika kepuasannya tinggi (Rusbult & Van Lange, 1996). Komponen ini dinamakan “komitmen personal” karena ia merujuk pada keinginan individu untuk mempertahankan atau mengingatkan hubungan (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999).
            Kedua, komitmen dipengaruhi oleh nilai dan prinsip moral kita, perasaan bahwa kita seharusnya tetap berada dalam suatu hubungan. “Komitmen moral” ini didasarkan pada perasaan kewajiban, kewajiban agama, atau tanggung jawab social. Bagi beberapa orang, keyakinan atau kesucian pernikahan dan keinginan menjalin komitmen seumur hidup akan membuat mereka tidak ingin bercerai.
            Ketiga, koomitmen didasarkan pada kekuatan negatif atau penghalang yang menyebabkan seseorang akan rugi besar jika meninggalkan hubungan. Faktor yang dapat menahankita untuk tetap dalam hubungan antara lain adalah tidak adanya alternatif hubungan dan investasi yang kita tanamkan dalam suatu hubungan. Orang yang sudah menikah mungkin takut pada konsekuensi legal, social, dan financial yang timbul dari perceraian dan karenanya mereka merasa terperangkap dalam perkawinan yang tidak bahagia. Situasi ini, dimana seseorang merasa harus melanjutkan hubungan, dinamakan “komitmen terpaksa.” Menurut teori interpedensi, dua tipe penghalang penting adalah kurangnya alternatif yang lebih baik dan investasi yang sudah kita tanamkan dalam suatu hubungan.
Ketersediaan Alternatif. Level perbandingan alternatif akan memengaruhi komitmen kita. Kita mungkin berpacaran dengan orang yang tidak sesuai dengan selera kita karena adalah satu-satunya orang yang mau dengan kita. Ketika kita tergantung pada hubungan untuk mendapatkan hal-hal yang kita hargai dan tidak bisa mendapatkan hal itu di tempat lain, maka kita sulit unutk meninggalkan hubungan (Attridge, Creed, Berscheid, & Simpson, 1992). Kurangnya alternatif yang lebih baik akan meningkatkan komitmen.
Investasi. Komitmen juga dipengaruhi oleh investasi yang kita tanamkan dalam membentuk hubungan (Rusbult, 1980, 1983). Investasi itu antara lain waktu, energy, uang, keterlibatan emosional, pengalaman kebersamaan, dan pengorbanan untuk partner. Setelah banyak berinvestasi dalam suatu hubungan dan kemudian merasa hubungan itu kurang bermanfaat akan menimbulkan disonansi kognitif pada diri kita. Karenanya kita mungkin merasakan tekanan psikologis unutk melihat hubungan kita itu dari sudut pandang yang lebih positif atau mengabaikan kekurangannya (Rubin, 1973). Semakin banyak investasi kita, semakin mahal jika kita meninggalkan hubungan.      
Asosiasi antara Kepuasan dan Komitmen.
            Dalam banyak hubungan, ada asosiasi erat antara kepuasan dengan komitmen. Ketika orang menenmukan manfaat khusus dari hubungan asmaranya, mereka akan membangun komitmen. Mereka akan berhenti berpetualang asmara. Saat hubungan itu kemudian kemudian berubah menjadi cinta kasih, mereka akan menunjukkan perasaannya secara terang-terangan dan melangkah menuju masa depan bersama-sama. Mereka akan menikah, membeli rumah, punya anak, hal seperti ini biasanya didasarkan pada cinta dan keinginan kuat untuk membangun komitmen. Jika pasangan itu mengalami masa sulit dan konflik, investasi mereka mungkin akan menjadi motivasi untuk berusaha memperbaiki hubungan dan manyalakan kembali api asmaranya.
            Namun, kepuasan dan komitmen tidak selalu berhubungan erat. Beberapa pasangan yang tidak bahagia mampu meningkatkan kualitas hubungannya dengan pasangan yang lainnya mungkin menghentikan hubungannya, dan bahkan ada yang mampu mempertahankan hubungan seumur hidup meski hubungan itu kurang memuaskan. Untuk memahami sumber komitmen dalam hubungan yang kurang memuaskan ini, para periset membandingkan pengalaman mereka yang berada dalam perkawinan yang tidak bahagia yang ingin mempertahankan perkawinannya dengan orang yang mempertimbangkan untuk bercerai. Secara umum, semakin banyak investasi yang diinvestasikan oleh pasangann  itu semakin besar kemungkinan mereka bertahan dan punya anak. Kurangnya alternatif mungkin juga berpengaruh. Bagi pria dan wanita, keyakinan bahwa kehidupan akan lebih buruk jika mereka berpisah juga berperan dalam menguatkan komitmen. Bagi wanita, mereka mungkin merasa terancam akan kehilangan sumber ekonomi akibat perceraian. Bagi lelaki, mereka mungkin akan merasa kehidupan seksnya bertambah buruk jika bercerai. Individu yang percaya bahwa perkawinan adalah komitmen seumur hidup dan pasangan yang tetap bertahan demi anak-anaknya akan lebih mungkin untuk terus bertahan meksi ada ketidakpuasan. Terakhir, orang yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol yang kuat atas kehidupan mereka sendiri dilaporkan tidak terlalu berkomitmen pada perkawinan yang tidak memuaskan.
Kepuasan dan Komitmen dalam Hubungan Lesbiyan dan Gay.
            Beberapa study membandingkan sampel pasangan gay, lesbian, dan heteroseksual, menggunakan ukuran standar cinta, kepuasan, dan penyesuaian (Kurdek, akan segera terbit; Peplau & Bealks, 2004). Tidak ada perbaedaan signifikan dalam ukuran kualitas hubungan. Lesbian dan gay tidak lebih besar kemungkinannya untuk memiliki hubungan yang membahagiakan.    
            Periset telah mulai mengidentifikasi faktor-faktor yang memperkaya atau mengurangi kepuasan dalam hubungan sesama jenis (Peplau & Beals, 2004). Sesuai dengan teori interpedensi, kepuasan akan tinggi bila seseorang merasa hubungannya member manfaat dan lebih sedikit biaya. Kepuasan juga lebih tinggi bila partner gay dan lesbian merasa mereka memiliki kekuasaan yang sama dan bisa mengambil keputusan bersama.
            Diperkirakan sekitar satu perkawinan heteroseksual dewasa ini akan berakhir dengan perceraian. Tanpa catatan perkawinan resmi dan laporan sensus, adalah mustahil untuk mengjukan estimasi yang sama untuk hubungan lesbian dan gay. Periset meneliti faktor-faktor yang memengaruhi komitmen dalam hubungan gay dan lesbian (Beals, Impett, & Peplau, 2002; Kurdek, 2000). Faktor yang diidentifikasi oleh teori interdepedensi cukup berguna untuk memahami pasangan sesama jenis. Komitmen akan tinggi jika partner merasa hubungannya member banyak daya tarik positif, apabila mereka telah banyak berinvestasi dalam hubungan itu dan merasa tidak banyak alternatif tersedia.
            Perbedaan antara pasangan heteroseksual denagn homoseksual mungkin pada hambatan untuk mengakhiri hubungan, bukan pada daya tarik positif hubungan. Perkawinan heteroseksual menciptakan hambatan untuk bercerai seperti investasi dalam prpoperti bersama, perhat an pada anak, atau ketergantungan financial. Rintangan ini mungkin mendororng pasangan yang sudah menikah untuk berusaha memperbaiki hubungan yang memburuk. Sebaliknya, pasangan gay dan lesbian lebih kecil kemungkinannya untuk menglami hambatan ini. Dengan sedikit perkecualian, gay dan lesbian tidak bisa menikah secara hukum. Mereka tidak menyatukan pendapatan finansialnya atau menggabungkan propertinya, dan tidak mungkin punya anak kandung. Tiadanya hambatan ini mengurangi peluang lesbian dan gay untuk terjebak dalam hubungan yang kurang memuaskan. Akan tetapi, rintangan yang lemah mungkin juga bisa menyebabkan partner untuk mengakhiri hubungan mereka. Ringkasnya, riset menemukan banyak kemiripan antara hubungnan orang, terlepas dari orientasi seksualnya.
2.5         Pemeliharaan Hubungan
Semua hubungan akan mengalami masalah dan kadang kekecewaan. Cara kita merespons kekecewaan akan menjadi sebab sekaligus akibat dari kepuasan dan komitmen kita. Di bawah ini beberapa pemikiran dan perilaku yang dapat memengaruhi hubungan.
Ilusi Positif tentang Hubungan
            Orang, terutama yang berada dalam hubungan yang memuaskan dan berkomitmen, cenderung mengidealisasikan partnernya dan memandang hubungan mereka lebih unggul ketimbang hubungan pasangan lainnya. Anggota dari pasangan yang bahagia cenderung menekankan kebaikan pasangannya dan tidak terlalu peduli dengan kelemahan masing-masing. Meskipun sulit mengabaikan perilaku yang menjengkelkan, kekurangan ini biasanya diletakkan dalam konteks kualitas positif global. Memandang pacar sepositif mungkin dapat menambah kepuasan hubungan dan memperkuat kepercayaan kita bahwa kita telah menemukan pasangan yang tepat. Riset tentang hal ini telah ditemukan di berbagai kultur.
Bias Masa Lalu
            Cara lain untuk mempertahankan hubungan yaitu dengan menganggap bahwa hubungan mereka terus berjalan kea rah cinta dan intimasi. Pada dasarnya, orang mungkin merasa bahwa hubungan mereka tak sempurna, hubungan itu akan terus membaik dari waktu ke waktu.
            Bias memori ini ditemukan dalam studi longitudinal selama 20 tahun terhadap sekelompok istri. Kepuasan actual mereka dalam perkawinan menurun dari waktu ke waktu. Namun, ketika diminta mengingat masa-masa awal perkawinan, para istri itu melaporkan adanya peningkatan: mereka percaya bahwa perkawinan mereka saat ini lebih baik ketimbang di masa lalu. Memori manusia sangat kreatif, menyusun cerita tentang masa lalu yang mungkin berbeda dengan fakta guna menjaga komitmen saat ini. Kemampuan untuk membayangkan adanya perbaikan mungkin memang merupakan sumber dari harapan akan masa depan.
Godaan Partner Alternatif
            Salah satu ancaman potensial terhadap suatu hubungan adalah adanya alternaif pasangan yang menarik. Salah sau tujuan komitmen dan perkawinan adalah mengumumkan bahwa seseorang  telah terikat dengan satu pasangan. Orang yang sangat berkomitmen kepada hubungan mungkin juga menggunakan mekanisme kognitif untuk melindungi dan menjaga hubungannya. Misalnya, partner yang setia mungkin akan secara aktif meremehkan alternative guna menolak godaannya. Meyakinkan diri sendiri bahwa pasangan kita jauh lebih baik adalah salah satu cara untuk menjaga kesetiaan.
Menjelaskan Perilaku Partner
            Ketika partner melakukan sesuatu yang menjengkelkan atau mengecewakan, kita termotivasi untuk mencari  tahu alasan dari tindakannya. Riset menemukan bahwa pada umumnya pasangan yang bahagia dan yang tertekan cenderung menjelaskan tindakan partnernya dengan cara yang berbeda.  Pasangan yang bahagia cenderung membuat atribusi yang memperkaya hubungan. Sebaliknya, pasangan yang tidak bahagia mungkin akan membuat atribusi yang mempertahankan kesedihannya.
            Pasangan yang bahagia dan kurang bahagia juga berbeda dalam dimensi atribusional umum. Dimensi ini berkaitan dengan apakah penyebab perilaku partner adalah disebabkan oleh situasi tertentu atau sesuatu yang lebih umum yang memengaruhi banyak situasi. Secara keseluruhan, perbedaan aribusi ini dapat menyebabkan partner yang berada dalam hubungan yang tidak memuaskan akan saling memandang curiga dan saling menyalahkan, dan partner dalam hubungan yang bahagia akan saling memandang satu sama lain sebagai bertanggung jawab dan perhatian. Riset menunjukkan bahwa atribusi seperti ini dapat menimbulkan konsekuensi penting dalam hubungan yang erat. Bagi pasangan yang tidak bahagia, isu tanggung jawab dan kesalahan sering lebih mengemuka. Menginterpretasikan perilaku partner sebagai tindakan egois dapat memperbesar perasaan kecewa dan menimbulkan kritik dan ledakan emosi.
Kesediaan untuk Berkorban
            Dalam suatu hubungan, terkadang ada situasi di mana pilihan terbaik untuk masing-masing pihak adalah berbeda. Ketika terjadi konflik kepentingan, satu pihak mungkin memutuskan untuk berkorban demi kebaikan partnernya atau demi menjaga hubungan. Semakin komitmen seseorang pada hubungan, semakin besar kemungkinan dia bersedia berkorban.
            Dampak dari pengorbanan terhadap hubungan mungkin akan tergantung pada alasan seseorang yang melakukan pengorbanan. Adalah berguna untuk membedakan antara alasan pendekatan dan penghindaran. Kadang orang berkorban demi partner untuk menunjukkan cinta dan perhatiannya, pengorbanan semacam ini yang bermotifkan untuk mendekati bisa menimbulkan rasa bahagia dan puas. Sebaliknya, terkadang orang berkorban demi menghindari konflik atau takut membahayakan hubungan, pengorbanan dengan motif penghindaran dapat menimbulkan perasaan gelisah dan amarah
Bersabar : Akomodasi dan Maaf
            Istilah teknis akomodasi berarti kesediaan untuk menahan diri dan member respons yang lebih konstruktif saat pasangan melakukan perilaku yang buruk. Riset menunjukkan bahwa kemampuan untuk menahan diri dari marah-marah merupakan factor penting dalam menjaga kualitas hubungan yang dekat. Orang yang mampu memahami perspektif pasangannya, yang berusaha mengerti pemikiran dan perasaan partnernya, biasanya tidak akan membalas perilaku negative dengan cara negative. Perbedaan individual dalam hal control diri, dalam hal kemampuan untuk menahan amarah, juga bisa amat berpengaruh.
            Individu dalam hubungan yang bahagia dan penuh komitmen kemungkinan besar akan lebih mudah memaafkan ketimbang individu dalam hubungan yang kurang bahagia. Orang yang berempati kepada partner yang menyakitinya kemungkinan besar akan member maaf dan berusaha berdamai. Lebih jauh, ada bukti awal yang menunjukkan bahwa pemberian maaf bisa memulihkan hubungan antar pasangan. Member maaf bisa mengurangi stress dan menyehatkan fisik pula.

0 komentar on "HUBUNGAN PERSONAL"

Posting Komentar